“Tunggulah waktu yang baik. Dengan izin Tuhan , kau bisa menemuinya, “jawab Sang Resi.
Sejak itu Kian Santang dirundung kegelisahantiada tara. Siang dan malam pikirannya tidak tenang. Tidur tak nyenyak makan tak enak. Tak tahan rasanya inginsegera pergi kenegeri Mekah, menemui Baginda Ali.
Kegundahan Kian Santang lama kelamaan diketahui ayahnya, Prabu Siliwangi. Lalu Kian Santang dipanggilnya.
“Mengapa akhir-akhir ini kau begitu murung, anakku? Apa gerangan yang menjadi beban pikiranmu?” tanya Sang Perabu.
”Sembah sujud ananda , Ayah,” sahut Kian Santang seraya memberi sembah pada ayahnya.
“Benarlah kata Ayah. Akhir-akhir ini pikiran ananda dirundung kegelisahan.”
“Apa yang terjadi sebabnya, anakku?” sela Sang Perabu.
“Ananda ingin bertemu Baginda Ali , Ayah.”
“Baginda Ali? Siap dia?”
“Dialah orang sakti. Ucapannya bisa membuat orang jatuh tersungkur.”
“Oh…? Dimana dia?”
“Dinegeri Mekah.”
“Mengapa kau tidak mencarinya?”
“Resi guru mencegah ananda. Hanya pada saat yang baik, ananda bisa menemuinya. Itulah sebabnya ananda terus gelisah tak tenang pikiran.”
“Turutlah nasihat Resi Guru. Brangkatlah pada saatnya. Jika benar orang sakti bernama Baginda Ali itu ilmunya tinggi, bergurulah kau padanya. Tak ada jarak untuk menuntut ilmu. Capailah dia meski diujung langit.” Sang Perabu menasihati anaknya.
Tibalah pada saat yang ditunggu-tunggu. Resi Guru mengizinkan Kian Santang untuk pergi kenegeri Mekah. “Tabalah pada godaan yang menghadangmu. Ditengah perjalanan, kau akan mendengar tujuh suara!” Demikian Resi Guru mengingatkan.
Setelah memohon restu dari Resi Guru dan Ayahnya, Kian Santang segera berangkat. Dengan menggunakan ilmu kesaktian napak kancang, dia bisa berjalan dan berlari dipermukaan laut. Tubuhnya ringan, melayang cepat menuju kearah barat, ketempat matahari terbenam.
Ditengah perjalanan, Kian Santang suara tanpa wujud. Suara itu berasal dari tujuh arah di sekelilingnya.
“Kau sesungguhnya orang yang paling sakti di dunia! Kata suara itu.
Kian Santang menoleh kearah kiri.
“Kau memliki ilmu yang sangat ampuh!” kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah depan.
“Kau tak akan tertandingi!” kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah belakang.
“Baginda Ali tidak sebanding denganmu!”kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah atas.
Klik PART 3 untuk melanjutkan cerita KIAN SANTANG
Sejak itu Kian Santang dirundung kegelisahantiada tara. Siang dan malam pikirannya tidak tenang. Tidur tak nyenyak makan tak enak. Tak tahan rasanya inginsegera pergi kenegeri Mekah, menemui Baginda Ali.
Kegundahan Kian Santang lama kelamaan diketahui ayahnya, Prabu Siliwangi. Lalu Kian Santang dipanggilnya.
“Mengapa akhir-akhir ini kau begitu murung, anakku? Apa gerangan yang menjadi beban pikiranmu?” tanya Sang Perabu.
”Sembah sujud ananda , Ayah,” sahut Kian Santang seraya memberi sembah pada ayahnya.
“Benarlah kata Ayah. Akhir-akhir ini pikiran ananda dirundung kegelisahan.”
“Apa yang terjadi sebabnya, anakku?” sela Sang Perabu.
“Ananda ingin bertemu Baginda Ali , Ayah.”
“Baginda Ali? Siap dia?”
“Dialah orang sakti. Ucapannya bisa membuat orang jatuh tersungkur.”
“Oh…? Dimana dia?”
“Dinegeri Mekah.”
“Mengapa kau tidak mencarinya?”
“Resi guru mencegah ananda. Hanya pada saat yang baik, ananda bisa menemuinya. Itulah sebabnya ananda terus gelisah tak tenang pikiran.”
“Turutlah nasihat Resi Guru. Brangkatlah pada saatnya. Jika benar orang sakti bernama Baginda Ali itu ilmunya tinggi, bergurulah kau padanya. Tak ada jarak untuk menuntut ilmu. Capailah dia meski diujung langit.” Sang Perabu menasihati anaknya.
Tibalah pada saat yang ditunggu-tunggu. Resi Guru mengizinkan Kian Santang untuk pergi kenegeri Mekah. “Tabalah pada godaan yang menghadangmu. Ditengah perjalanan, kau akan mendengar tujuh suara!” Demikian Resi Guru mengingatkan.
Setelah memohon restu dari Resi Guru dan Ayahnya, Kian Santang segera berangkat. Dengan menggunakan ilmu kesaktian napak kancang, dia bisa berjalan dan berlari dipermukaan laut. Tubuhnya ringan, melayang cepat menuju kearah barat, ketempat matahari terbenam.
Ditengah perjalanan, Kian Santang suara tanpa wujud. Suara itu berasal dari tujuh arah di sekelilingnya.
“Kau sesungguhnya orang yang paling sakti di dunia! Kata suara itu.
Kian Santang menoleh kearah kiri.
“Kau memliki ilmu yang sangat ampuh!” kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah depan.
“Kau tak akan tertandingi!” kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah belakang.
“Baginda Ali tidak sebanding denganmu!”kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah atas.
Klik PART 3 untuk melanjutkan cerita KIAN SANTANG
Comments :
Posting Komentar